Jumat, November 02, 2007

Tentang Sinetron Indonesia

Ini adalah tanggapan tentang dunia entertainment di tanah air. Khusus buat sinetron yang kita tahu semakin hari semkain marak jadwal penayangannya maupun jumlah judulnya.
Saya punya sisi lain dalam menanggapi sinetron di layar kaca yang ditonton berjuta-juta penduduk di Indonesia. Seluruh pelosok tanah air kita. Dan, jangan salah : Sinetron adalah tontonan menghibur buat mereka yang lelah bekerja seharian dan ingin menikmati waktu senggang sejenak baik di rumah maupun tempat lain.
Mengenai kualitas sinetron. Ini terang saja mengecewakan dari sudut pandang saya. Bagaimana tidak mengecewakan! Demi memuaskan keinginan pemirsa akan sebuah tontonan yang menghibur atau dapat menghilangkan kepenatan kerja, para artis kita dengan senang hati membintangi sinetron-sinetron yang saya anggap kurang bermutu.
Kenapa saya bisa berkata seperti itu? Ini berdasarkan apa yang saya lihat sendiri. Jujur saja, kalau saya bukan maniak sintron seperti ibu saya atau para tetangga yang sibuk membicarakan sinetron yang ditontonnya tiap hari Rabu, misalnya. Dalam segi lain, mereka merasa terhibur dan ikut terbawa oleh suasana sinetron yang mereka tonton. Tapi, di sisi lain, tontonan yang ala kadarnya dan dibuat-buat seperti itu tidak mencerdaskan mereka.
Kita berbicara tentang tema dari sebuah sintron. Cinta, perselingkuhan, konflik-konflik keluarga hingga merambat ke anak-cucu selalu menghiasi layar kaca Indonesia. Sungguh mengecewakan bagi saya mengingat banyak pemirsa yang berumur 15-30 tahun. Bahkan anak sekolah dasar ikut-ikutan menonton sinetron seperti itu.
Di sini saya tidak mengomentari pihak stasiun televisi bersangkutan tentang memberikan penjelasan untuk siapa sinetron itu ditayangakan. Ini mutlak tentang persepsi saya tentang sinetron di Indonesia.
Kadang, saya juga menonton sejenak. Tapi, begitu melihat - maaf - jalan ceritanya begitu membosankan. Yang terjadi dalam sinetron jelas-jelas fiktif. Sesuatu yang jarang dan hampir tak pernah terjadi. Contoh, adakah ular raksasa yang bisa melayang dan berkelahi dengan sengit serta mengeluarkan sinar-sinar laser dari matanya? Ini sungguh tak masuk akal dan merupakan pembodohan bagi mereka yang menonton.
Dalam sinetron tema kehidupan sosial, tentang kecemburuan yang berujung dengki, dendam dan perselisihan. Sesuatu yang dilakukan para pemain sinetron tersebut sangatlah tidak masuk akal dan berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa para pembuat sinetron tak mampu membayangkan kejadian apa yang sebenarnya ada saat suatu konflik terjadi. Dimana kemampuan imajinasi mereka?
Segala macam properti yang ditampilkan dalam syuting sebuah sinetron menjadi suatu alat promosi dan membuat para pemirsa menginginkannya juga. Saya menjunjung arti dan pembelajaran dari sebuah sinetron maupun film yang saya tonton. Jika, saya rasa itu tidaklah bermanfaat - dalam segi wawasan - jujur saja, saya tidak menyukainya.
Meremehkan? Bukan! Saya hanya ingin ada sebuah kemajuan dalam industri intertainment di Indonesia. Kita bisa belajar dari negara-negara lain yang bisa membayangkan, dan membuat sebuah cerita dalam sinetron maupun film menjadi sesuatu yang - sepertinya kita juga bisa merasakan kejadian yang serupa serta mengambil tindakan yang sama. Mereka mampu mengaplikasikan tindakan-tindakan wajar manusia ke dalam sebuah karya. Tidak seperti tindakan-tindakan di luar pikiran manusia dan asal-asalan demi membuat pemirsa terkagum.
Industri perfilman dan sinetron merupakan alat hiburan buat pemirsa dan juga sebuah wadah pembelajaran bagi pola pikirnya. Anak SD bisa menjadi seperti anak SLTP saat melihat aksi artis kesukaannya di sinetron.
Kalau, kita bisa melihat gejala ini, kenapa kita tidak berusaha lebih mencerdaskan mereka daripada sekedar menghibur semata?
Saya suka menonton dan suka memilih. Itu lebih mencerdaskan pemikiran dibanding tertawa akan suatu hal yang konyol : ciri-ciri sinetron kita.

1 komentar:

Rie Rie mengatakan...

duh yang suka nonton pilm, he he...